Posted by Badar Jailani. Category:
Kisah Islami
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatu, sahabat sekalian ini adalah fenomena hidup manusia
yang kadang hanya pintar dan tahu untuk memakai tapi tidak tahu konsekuensinya.
Hidup ini bukan lagi
zaman batu, tapi kenapa kita kembali ke zaman yang sudah lama kita tinggalkan.
Dipakai karena hiasan, dipakai karna Cuma ingin menyalurkan hobi tak ada sumber
yang mampu meyakinkan kita untuk menjadikannya halal di mata Allah swt.
Demam batu permata yang
melanda Sulsel sejak Desember 2014 bukan fenomena baru. Ini fenomena berulang.
Bahkan, demam batu permata sudah terjadi di zaman Rasulullah SAW, 1.400 tahun
silam.
Hadis riwayat Imam
Muslim yang menjelaskan bahwa cincin Rasulullah SAW terbuat dari perak dan batu
mata cincinya berasal dari negeri Habasyi.
Beberapa riwayat
menerangkan bahwa Nabi sendiri juga mengenakan cincin yang terpasang di jari
kelingkingnya sebagaimana hadis riwayat Anas bin Malik mengatakan, Cincin
Rasulullah terbuat dari perak dan batunya merupakan batu Habasyi, (H.R. Muslim
& Tirmidzi), hadis ini diderajatkan hasan sahih, dan dishahihkan oleh
Al-Albani.
“Dari Anas bin Malik ra
ia berkata, bahwa cincin Rasulullah saw itu terbuta dari perak dan mata
cincinya itu mata cincin Habasyi”. (H.R. Muslim)
Dalil di atas juga
menunjukkan bahwa batu cincin Rasulullah berjenis Habsyi, sejenis batu berwarna
hitam kemerah-merahan yang berasal dari Afrika, riwayat lain menyebutkan, Batu
Akik Yaman. Jenis batu ini dapat ditemui di Afrika dan Yaman, dan ciri-cirinya
dikenali dengan warna merah tua pekat atau merah darah, walau terlihat
kehitam-hitaman, jika diliat dengan cahaya laser akan terpancar merah tua pekak,
tidak jauh beda dengan batu bacan asal Indonesia.
Dalam hadis lain
riwayat Imam Muslim dikisahkan, cincin Rasulullah bertuliskan
'Muhammadur-Rasulullah'. Model penulisannya menempatkan nama beliau di bawah
kalimat Allah yang berada di atas. Setelah Nabi wafat, cincin itu dipakai oleh
Umar bin Al-Khattab lalu diwariskan kepada Utsman bin Affan. Suatu ketika,
Utsman tak sengaja menjatuhkannya di sumur dan hilang. Akhirnya, sumur itu pun
dinamai "khatam" yang berarti cincin.
Istilah khatam juga
umum dipakai sebagai penutup sebuah surat yang dilegalisasi sebuah stempel,
karena itu pula orang Arab menyebut khatam sebagai stempel, dan cincin Nabi
memang berfungsi sebagai stempel surat menyurat.
Hadis tentang batu
permata itu sudah diulas Ilham Kadir, Peneliti MIUMI & Kandidar Doktor
Pascasarjana UIKA Bogor, dalam rubrik Opini Tribun Timur, edisi 9 Januari 2015.
(http://makassar.tribunnews.com/2015/01/09/kemaruk-cincin-batu-akik).
Batu Akik ditemukan di
banyak negara termasuk di Indonesia, India, Iran, dan China dalam beragam warna
merah, kuning, abu-abu condong ke warna biru, dan putih.
Ibnu Shahr Ashub
meriwayatkan: Pada satu hari malaikat jibril turun menghadap Rasulullah SAW dan
berkata, "Tuhanku menyampaikan salam kepadamu dan berfirman untuk memakai
cincin di tangan kanan dan memasang batunya dari Akik dan katakan kepada
sepupumu (anak pamanmu; Imam Ali as) untuk memakai cincin di tangan dan
memasang batunya dari batu Akik, kemudian Ali as bertanya, Ya Rasulullah SAW
apa itu Akik? Rasulullah SAW berkata, "Akik adalah sebuah gunung di
Yaman." (Tribun Makassar)
0 komentar:
Posting Komentar