Posted by Badar Jailani. Category:
Kisah Islami
Kisah islami berikut ini adalah menyangkut tentang bagaimana pengorbanan orang tua yang tak kasat mata. Selama ini orang tua itu apa hanya diartikan sebagai pemberi uang jajan saja, atau hanya sebagai koki di rumah. Hidup ini indah ketika kita bahagia dan orang tua juga bahagia. Berikut kisahnya :
Malam itu seorang ibu
menunggu suaminya pulang dari kerja. Ibu itu cemas karena sampai jam setengah
sepuluh malam suaminya belum juga pulang. Cemasnya bertambah ketika dentang jam
dinding menunjukkan pukul sepuluh. Lambat laun kecemasannya berkurang tatkala
ia mendengar suara langkah kaki mendekat kearah pintu. Disibakkan segera gorden
yang menutupi kaca besar disamping pintu. Tak sabar ingin melihat suaminya
pulang. Ternyata benar, suara langkah kaki itu milik suaminya. Dibukanya pintu
untuk segera menyambut kepulangan suaminya...
Sesampainya di dalam
rumah, suaminya mempersilahkan istrinya duduk seraya ia berkata, “Maafkan saya
istriku, saya membuatmu cemas. Tadi saya harus menambah penghasilan kita untuk
bersalinmu nanti. Sepulang kerja saya gunakan motor kita untuk menarik ojek di
dekat kantor. Lumayan bisa nambah-nambah.” Sambil mengelus-elus perutnya yang
buncit menjawab,”Saya khawatir terjadi apa-apa. Sudah jam sepuluh cuma kamu belum
pulang juga. Kalau saya tiba-tiba mau melahirkan bagaimana?” Dengan penuh bijak
suaminya menenangkan istrinya,”Makanya kita harus berdoa terus kepada Allah
agar anak kita bisa lahir dengan selamat. Walau saya tidak ada di samping kamu,
insyaallah, jika Dia berkehendak maka kamu dan anak kita akan diselamatkannya.”
Di pagi hari, istrinya
mengeluh perutnya sakit. Sepertinya akan melahirkan. Dengan sigap suaminya
memanggil taksi untuk membawa istrinya ke rumah bersalin terdekat. Di dalam
taksi suaminya terus berdoa. “Ya Allah, jika Engkau berkehendak maka tidak ada
satupun makhluk yang dapat menolak kehendak-Mu. Izinkanlah aku meminta pada-Mu
Ya Robbi pencipta manusia. Istriku akan melahirkan, buatlah ia tenang dalam
perjalanannya menuju rumah bersalin agar kegelisahanku berkurang. Ya Robbi,
lancarkanlah persalinannya dan selamatkanlah keduanya. Ya Allah, karuniakanlah
hamba anak yang sempurna dan sholeh, yang nantinya dapat membahagiakan kami di
dunia dan akhirat.”
Sesampainya di rumah
bersalin, dipanggilnya suster jaga untuk segera menolong istrinya yang akan
melahirkan. Setelah dibawa ke dalam ruang bersalin oleh suster, suaminya
menunggu di luar ruang. Harap cemas menyelimutinya. Gelisah menghampiri saat
terdengar suara teriakan istrinya dari dalam ruangan. “Sepertinya proses
persalinan sedang berlangsung,” pikirnya seraya ia memanjatkan doa kepada Allah
agar Dia berkenan menyelamatkan istri dan anaknya. Ya, suaminya tak pernah
lepas dari berdoa. Ia sangat yakin hanya kepada Allah ia memohon pertolongan.
Tak lama terdengarlah
suara tangis bayi dari dalam ruang bersalin. Haru menyelimuti sang suami. Tak
terasa air mata pun menetes deras. Ia bersimpuh sujud seraya berdoa mengucapkan
terima kasih kepada Allah Swt, Sang Khaliq yang telah menyelamatkan anaknya.
Mendadak muncul pertanyaan dalam hatinya, bagaimana dengan istrinya.
Dilanjutkan sujudnya, kini ia meminta agar diselamatkan istrinya, ibu dari
anaknya. Dalam sujudnya ia terkaget dengan suara derit pintu dan seorang wanita
yang memanggilnya. Oh ternyata dokter yang menolong istrinya keluar dari ruang
sambil berucap, “Selamat ya pak! Anak dan istri bapak selamat. Sekarang bapak
bisa melihat ke dalam. Silahkan..”
Mendengar itu, ia
langsung saja menerobos masuk ke dalam ruang. Dengan penuh cinta ia langsung
menggendong bayinya. Lalu ia pun mengumandangkan azan dan iqomat di telinga
kanan dan kiri. Saat azan dan iqomat dikumandangkan air mendadak deras mengalir
keluar dari matanya. Rupanya ia tak kuasa menahan tangis haru. Selepas itu tak
henti-hentinya ia bersyukur kepada Allah atas karunia dan nikmat yang Allah
berikan berupa anak dan keselamatan anak-istrinya.
*****
Saudaraku,
Seringkali kita lupa
akan sosok yang satu itu. Kisah di atas mungkin cukup untuk mengingatkan
kembali sesungguhnya sosok pahlawan itu ada di sekitar kita. Bahkan mereka
selalu bersama kita sehari-hari. Setiap pagi selalu membangunkan kita untuk
sholat shubuh dan menyiapkan sarapan untuk keluarga. Tatkala kita sakit mereka
yang pertama kali mengkhawatirkan keadaan kita dan membawa ke rumah sakit.
Mereka tak peduli berapa biaya yang dikeluarkan agar kita sehat kembali. Di
pikiran mereka, jangan sampai anak saya terlalu lama merasakan sakitnya.
Saudaraku,
Karena itu seorang ibu
dengan rela, siang dan malam menjaga kita. Ia takut kalau kita memerlukan
sesuatu atau hanya sekedar memberi minum. Ketika suhu badan kita meninggi ia
pun panik berteriak memanggil dokter. Dalam kondisi seperti itu, seorang ayah
dengan sekuat tenaga mencari penghasilan tambahan agar ia dapat membiayai
pengobatan anaknya. Bahkan berbagai cara terkadang dilakukan. Jika perlu
berhutang akan dilakoninya, pintasnya.
Itu hanya sebagian
kecil realita dari sosok pahlawan itu. Dalam kondisi yang lain mungkin kita
bisa mengingatnya kembali. Bagaimana dua orang pahlawan itu sibuk mempersiapkan
berbagai hal tatkala mendengar anaknya masuk ke perguruan tinggi. Mereka tak
pernah mengeluh hatta mereka tidak memiliki uang sedikit pun. Mereka selalu
menutupi kondisi sebenarnya dengan baik, hanya untuk menyenangkan hati anaknya.
Prinsip mereka, biarlah kami berkorban jauh dari kesenangan asalkan anak kami
tidak sedih.
Cukupkah realita itu
untuk mengkategorikan dua sosok, ayah dan ibu, sebagai pahlawan? Bahkan jika
bisa seharusnya mereka menyandang, ’Pahlawan Sejati’ dari seluruh pahlawan yang
pernah ada di negeri dan dunia ini. Karena ayah dan ibu, mereka berjuang dengan
seluruh jiwa dan harta. Tak ada sejengkal dari jasadnya yang tak ia korbankan
demi kebahagiaan anak tercinta. Tak ada sepeserpun uang yang mereka tak
keluarkan untuk kepentingan anaknya. Bahkan yang kini kita sebut sebagai
pahlawan, apakah mereka adalah Jenderal Sudirman atau Bung Tomo, mereka
dilahirkan dan dibesarkan oleh dua sosok pahlawan ini
Saudaraku,
Berbahagialah kalian
yang disekitarnya masih ada dua sosok pahlawan, ayah dan ibu. Jagalah mereka
dengan baik. Usahlah kita berperilaku tak baik pada mereka. Apalagi sampai kata
’ahh’ menghiasi mulut kita saat berbicara dengan mereka. Mereka lebih dari
sekedar pahlawan tanpa tanda jasa. Jika perlu, apa yang mereka inginkan kita
berusaha untuk memenuhinya. Melihat kita menjadi seorang sarjana adalah harapan
mereka. Dan menjadi anak yang sholeh-sholehah, berbakti pada mereka, dan
berguna bagi ummat adalah cita-cita mereka. Semoga kita dapat mewujudkannya!
0 komentar:
Posting Komentar