Selasa, 17 Februari 2015

MASYARAKAT ISLAMI, HARGA MATI !

Posted by Badar Jailani. Category:

Maaf saudara ku sekalian, kalau dari kita semua ada yang mempeertanyakan bagaimana cara membangun masyarakat islami ? Mungkin seperti ini penjelasannya.


Indonesia, melebihi kebanyakan negara-negara lain,  merupakan negara yang tidak saja multi-suku, multi-etnik, multi-agama tetapi juga multi-budaya. Kemajemukan tersebut pada satu sisi merupakan kekuatan sosial dan keragaman yang indah apabila satu sama lain bersinergi dan saling bekerja sama untuk membangun bangsa. Namun, pada sisi lain, kemajemukan tersebut apabila tidak dikelola dan dibina dengan tepat dan baik akan menjadi pemicu dan penyulut konflik dan kekerasan yang dapat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa.

Agama dan tradisi dalam sejarah kehidupan umat manusia ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Sebut saja misalnya Timur Tengah dengan tradisi Islamnya, Eropa dan Amerika dengan tradisi Kristen, Cina dengan tradisi Konfusianisme, India dengan tradisi Hinduisme. (Amin Adullah, 2005).


Menafikan keberadaan tradisi-tradisi agama di muka bumi, baik di Barat apalagi di Timur, merupakan pekerjaan yang sia-sia. Masing-masing mempunyai hak hidup yang sama; masing-masing mempunyai cara untuk mempertahankan tradisi dan identitasnya sendiri-sendiri dengan berbagai cara yang bias dilakukan. Cara yang paling tepat adalah melalui jalur pendidikan, karena ia merupakan alat yang paling efektif untuk meneruskan, melanggengkan, melestarikan dan mempertahankan tradisi dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan dari abad yang satu ke abad yang lain.


Ada empat hal yang menjadi syarat terwujudnya masyarakat Islami. Pertama, Musyawarah. Dalam tatanan kepemerintahan, musyawarah dijadikan sebagai media untuk membiasakan rakyat mengeluarkan pendapat serta mempraktikkannya. Senada dengan pandangan Muhammad ‘Abduh, bahwa secara fungsional, musyawarah untuk membicarakan kepentingan masyarakat dan masalah-masalah kepemerintahan.

            Kedua, keadilan. Upaya menegakkan keadilan dan menghilangkan kezaliman merupakan sebuah keniscayaan dalam hidup bermasyarakat. Langkah ini akan melahirkan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Begitu pula bagi masyarakat Kabupaten Temanggung khususnya, mempunyai pemimpin yang adil adalah sebuah keniscayaan. Bagi mereka, kepemimpinan bukan hanya sekedar hasil kesepakatan bersama, tetapi sebuah komitmen untuk menegakkan keadilan.

            Seorang imam masjid misalnya. Posisinya di mata masyarakat Temanggung sangat terhormat. Bukan hanya dipandang sebatas imam, namun sosoknya mampu menyerupai Gus Dur sebagai teks. Seorang Gus Dur, dimana setiap perkataan dan perbuatannya selalu dijadikan teks rujukan oleh para akademis. Pemikiran sosial politiknya selalu dijadikan bahan rebutan media massa.

Ketiga, persaudaraan. Membangun masyarakat dengan dasar persaudaraan, akan menghasilkan masyarakat yang solid, rentan oleh tindak-tanduk kekerasan. Setiap individu akan selalu mengedepankan pemenuhan kewajibannya, daripada penuntutan hak. Sehingga mereka akan terus saling berlomba-lomba dalam kebaikan.

Keempat, toleransi. Nilai rohmatan lil’alamin yang diajarkan Islam, patut untuk diteladani. Bahkan ternyata, bukan hanya golongan Islam saja yang mempraktikkannya. Di abad ke-lima, masyarakat Athena sudah mempunyai pandangan ideal mengenai kehidupan bermasyarakat. Mereka berasumsi, masyarakat dengan segala kekurangannya harus memperhatikan hak-hak dan keadilan kodrat serta menentang kedudukan berdasarkan kebiasaan yang hanya secara kebetulan saja.

Semoga bermanfaat !

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Copyright 2013 Islam: MASYARAKAT ISLAMI, HARGA MATI ! Template by Badar Jailani. Powered by Blogger